Artikel News Update
Psikologi Korupsi
Judul di atas terlihat aneh, Kutipan ini adalah pernyataan Anthony Eden, seorang politikus yang pernah menjadi Perdana Menteri Inggris 1955–1957.
Pesan moral yang lebih penting dari kutipan itu: tidak ada paksaan dalam melakukan korupsi. Artinya, kalau seseorang melakukan korupsi, ia tidak boleh berdalih melakukannya karena terpaksa, katakanlah karena gaji rendah. Hal lain yang juga ingin ditegaskan kutipan di atas: korupsi itu suatu tingkah laku yang disengaja, bukan faktor kebetulan, yaitu tingkah laku yang dilandasi niat atau motivasi tertentu.
Bahkan kalau kita lihat dari hasil investigasi terhadap suatu perilaku korupsi, jelas sekali bahwa perbuatan itu sudah direncanakan jauh hari sebelumnya. Tulisan ini ingin menyoroti perilaku korupsi dari sudut pandang psikologi sebagai ilmu yang menjelaskan tingkah laku manusia.
Kadang terdengar kesimpulan sederhana, yang mengatakan bahwa korupsi diakibatkan oleh rendahnya gaji pejabat yang diterima setiap bulan. Oleh karena itu solusi yang diambil untuk menghilangkan korupsi juga dilakukan secara sederhana, yaitu menaikan gaji para pejabat dan pegawainya. Dengan gaji dinaikan, maka diharapkan tidak akan ada lagi kasus, seorang pejabat atau pegawai pemerintah mengambil uang negara atau korupsi.
Para pejabat bergaji cukup memang perlu. Sebab tidak mungkin seseorang dibebani tanggung jawab yang berat, tetapi masih harus pontang-panting mencari penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup dan keluarganya sehari-hari. Lagi pula bahwa, biaya hidup seorang pejabat di mana-mana memang tinggi. Biaya itu tidak saja untuk memenuhi kebutuhan primer, melainkan ada saja kebutuhan sekunder yang harus dipenuhi, termasuk kebutuhan sosial sebagai seorang pejabat.
Seorang pejabat dalam system demokrasi, selalu dituntut untuk memenuhi tuntutan sosial, seperti harus memberi sumbangan pembangunan tempat ibadah, panti asuhan, kegiatan remaja, olah raga dan lain-lain. Selain itu, para pejabat juga harus hadir dalam berbagai acara kekeluargaan, seperti pesta pernikahan, khitanan, acara hari besar keagamaan, dan sejenisnya. Setiap datang pada acara tersebut harus mengeluarkan sumbangan yang kadang tidak kecil. Oleh karena itu biaya sosial sebagai seorang pejabat, pada bulan-bulan tertentu, kadang cukup tinggi.
Apa itu korupsi? Arrigo dan Claussen (2003) misalnya mendefinisikan korupsi sebagai ”mengambil atau menerima suatu keuntungan buat diri sendiri yang tidak sah secara hukum dikarenakan individu tersebut mempunyai otoritas dan kekuasaan”. Jadi jelas bahwa segala bentuk penggelapan, pencurian terhadap dana publik untuk menguntungkan diri sendiri adalah perbuatan korupsi.
Termasuk juga dalam pengertian ini ketika menerima gratifikasi, suap dari orang lain supaya kepentingan orang yang memberikannya dan kepentingan publik diabaikan. Jadi otomatis bersikap tidak adil buat orang lain atau publik. Inti dari perbuatan korupsi adalah Anda menyalahgunakan kekuasaan publik (abuse of political power or authority).
Pertanyaannya adalah mengapa orang menyalahgunakan kekuasaannya tersebut untuk kepentingan pribadinya? Secara psikologis, jawaban tersebut harus kita telusuri dari hal-hal yang mendasari orang berperilaku dalam suatu konteks tertentu. Dalampandangan ilmupsikologi,penyebab suatuperbuatanialahinteraksiantar faktoryangadadidalamdiriseseorang, dan faktoryang adadiluardiri.Keduafaktorini berinteraksisatusamalaindalamwadahbudayayang lebihluas.Faktor didalamdiriadalah hal-halyang disebutsebagaicirikepribadian.Cirikepribadiantersebutakancenderung untuk membuatorang untuklebihmudahatautidakdidalammengatasigodaanuntukmelakukan korupsi. Sedangkanfaktor diluar diriadalahkondisi-kondisidiluaryangmempermudah oranguntuk melaksanaknakeinginan korupsi.
Muhammad Usman Najati (2001), dalam bukunya al Qur’an wa ilm an-Nafs (al Qur’an dan Psikologi) berpendapat bahwa dorongan atau motivasi adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas, termasuk dalam hal ini prilaku berkorupsi. Para ahli psikologi modern membagi dorongan-dorongan tersebut menjadi dua bagian: pertama, dorongan fisiologis, yaitu dorongan naluriah yang berhubungan dengan kebutuhan fisiologis tubuh dan kekurangan atau rusaknya keseimbangan, kedua, dorongan psikis dan spiritual.
Dalam beberapa ayat al Qur’an, Allah telah menyebutkan dorongan-dorongan fisiologis terpenting yang berfungsi untuk menjaga diri dan memlihara kelangsungan hidup individu, seperti lapar, haus, lelah, panas, dingin, rasa sakit dan bernafas.
Ketika Adam As berada di surga, Allah mengingatkannya akan nikmat yang ada di dalamnya, dimana ia tidak merasa lapar dan haus, juga tidak akan telanjang yang membuatnya malu, dan merasa sakit akibat perubahan cuaca. Demikian pula ia tidak akan merasakan panasnya matahari, karena di surga tidak ada matahari, selain itu Allah mengingatkan kepadanya, jangan sampai terjerumus dalam perbuatan syirik setan yang senantiasa berusaha mengeluarkannya dari surga.
“maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kami berdua dari Surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panasnya matahari di dalamnya. Kemudian setan membisikan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (QS. Thaha: 117-120)
Dalam ayat-ayat di atas terdapat isyarat akan adanya dorongan penting untuk menjaga diri, yaitu dorongan rasa lapar, haus dan menghindari panas (juga dingin) yang berlebihan. Selain itu ada isyarat dorongan cinta keabadian dan dorongan memiliki. Dorongan-dorongan inilahyang menjadi salah satu penyebab mengapa orang melakukan korupsi, karena ingin terhindar dari kelaparan, kehausan dan kemiskinan.
Kasus teranyar penangkapan ketua MK Akil Muhtar, mengingatkan kita pada kisah Adam As dan godaan Iblis, dimana manusia cenderung tidak puas dengan apa yang dimilikinya. Seorang ketua MK dengan gaji 40 juta perbulan dan fasilitas mewah lainnya, ternyata tidak membuatnya cukup.
Oleh karena itu, korupsi seharusnya tidak dilihat secara sederhana, hanya karena kekurangan uang. Secara psikologis Korupsi adalah penyakit kejiwaan (stress) yang harus disembuhkan. Penyakit itu bisa datang dan tumbuh sebagai produk pendidikan yang salah, lingkungan, dan juga karena miskinnya penghayatan keagamaan.
Leave A Comment: